Sejarah Asal Usul Dialek Ngapak

52 comments

Serayu Tempo Dulu
Aja kaya kuwe, enyong, maning, kepriwe, kencot, dll adalah sebagian kosakata unik dialek Ngapak. Sebagai orang Cilacap, saya penasaran dengan asal-usul bahasa ngapak sebagai bahasa “ibu”. Kalau Anda belum tahu dialek Ngapak, dengarlah cara bicara Parto Patrio atau Cici Tegal. Dialek Ngapak ini mempunyai ciri khas dengan akhiran kata “a” tetap dibaca “a” bukan “o” , Contohnya: Sapa (Ind: Siapa) tetap dibaca Sapa. Selain itu akhiran kata “k” dilafalkan “k’’ yang mantap. Dialek Ngapak ini meliputi wilayah setengah provinsi Jawa Tengah (Cilacap, Tegal, Brebes, Banyumas, Purbalingga, Kebumen, Banjarnegara, sebagian Wonosobo, Pemalang, sebagian Pekalongan), Cirebon, Indramayu, sebagian daerah Banten (Utara). Karena penasaran, saya mencoba menghimpun semua tulisan yang berkaitan dengan bahasa Ngapak dari berbagai sumber (internet). Semua tulisan ini bukan bermaksud untuk membanggakan diri sebagai orang Jawa atau Ngapak tetapi sebagai sikap menghargai warisan budaya leluhur. Berdasarkan sumber berbagai tulisan di internet, kesimpulan mengenai bahasa Ngapak antara lain:

  •  Dialek Ngapak ini berhubungan dengan asal-usul orang Banyumas yang berasal dari Kutai yang kemudian mendirikan Kerajaan Galuh Purba. Kerajaan Galuh ini berdiri sebelum kerajaan Mataram Kuna. Menurut sejarah, Kerajaan Galuh adalah wilayah merdeka. Oleh sebab itu, saat itu wilayah Galuh disebut sebagai mancanegara oleh orang-orang Kerajaan Mataram. Kemungkinan karena inilah dialek Ngapak bebas dari pengaruh dialek “Mbandhek” / Jawa Wetanan.
  •  Dialek Ngapak ini diindikasikan sebagai bahasa Jawa yang masih terdapat unsur Bahasa Sansekerta. “Bhineka Tunggal Ika” merupakan salah satu contoh bahasa Sansekerta dengan akhiran tetap dibaca “a” sebagaimana dialek Ngapak.
  • Dialek Ngapak merupakan identitas kebudayaan suatu daerah yang bebas dari budaya feodalisme dan budaya asli yang bebas dari pengaruh rekayasa politik (Kerajaan). Hal ini dapat dilihat dari karakter khas orang Banyumas yang egaliter dan blakasuta (blak-blakan).
Berikut ini adalah detail penjelasan mengenai bahasa Ngapak.
Video Jejak Manusia Purba di Gunung Ciremai Kuningan



Asal Usul Bahasa Ngapak

Masjid Agung Purwokerto Tempo Dulu
Asal usul dialek Ngapak tidak terlepas dari sejarah asal usul orang Banyumas. Setelah ditelusuri lewat Wikipedia, nenek moyang orang Banyumas berasal dari Kutai, Kalimantan Timur pada masa pra-Hindu. Berdasarkan catatan Van Der Muelen, pada abad ke-3 sebelum Masehi pendatang tersebut mendaratdi  Cirebon kemudian masuk ke pedalaman. Sebagian menetap di Gunung Cermai dan sebagian lagi menetap di sekitar lereng Gunung Slamet serta lembah sungai Serayu. Pendatang yang menetap di gunung Cermai selanjutnya mengembangkan peradaban Sunda. Sedangkan pendatang yang menetap di sekitar gunung Slamet kemudian mendirikan kerajaan Galuh Purba. Kerajaan Galuh Purba diyakini sebagai kerajaan pertaman di Pulau Jawa dan keturunannya menjadi penguasa-penguasa di kerajaan Jawa selanjutnya.
Kerajaan Galuh Purba berdiri pada abad ke-1 Masehi di Gunung Slamet dan berkembang pada abad ke-6 Masehi dengan kerajaan-kerajaan kecil diantaranya:

  •       Kerajaan Galuh Rahyang lokasi di Brebes, ibukota di Medang Pangramesan.
  •      Kerajaan Galuh Kalangon lokasi di Roban, ibukota di Medang Pangramesan.
  •       Kerajaan Galuh Lalean lokasi di Cilacap, ibukota di Medang Kamulan.
  •       Kerajaan Galuh Tanduran lokasi di Pananjung, ibukota di Bagolo.
  •      Kerajaan Galuh Kumara lokasi di Tegal, ibukota di bagolo.
  •       Kerajaan Pataka, lokasi di Nanggalacah, ibukota di Pataka.
  •       Kerajaan Galuh Imbanagara lokasi di Barunay (Pabuaran), ibukota di Imbanagara.
  •       Kerajaan Galuh Kalingga lokasi di Bojong, ibukota di Karangkamulyan.
Kerajaan Galuh Purba mempunyai wilayah kekuasaan yang lumayan luas, mulai dari Indramayu, Cirebon, Brebes, Tegal, Pemalang, Bumiayu, Banyumas, Cilacap, Purbalingga, Banjarnegara, Kedu, Kebumen, Kulonprogo, dan Purwodadi.

Berdasarkan prasasti Bogor, karena pamor kerajaan Galuh Purba menurun (kalah pamor dynasti Syailendra di Jawa Tengah yang mulai berkembang) kemudian ibukota kerajaan Galuh Purba pindah ke Kawali (dekat Garut) kemudian disebut Kerajaan Galuh Kawali.

Pada masa Purnawarman menjadi Raja Tarumanegara, kerajaan Galuh Kawali menjadi kerajaan bawahan Tarumanegara. Pada saat Tarumanegara diperintah oleh Raja Candrawarman, kerajaan Galuh Kawali kembali mendapatkan kekuasaannya kembali. Pada masa Tarumanegara diperintah oleh Raja Tarusbawa, Wretikandayun (raja Galuh Kawali) memisahkan diri (merdeka) dari Tarumanegara dan mendapat dukungan dari Kerajaan Kalingga, kemudian menjadi Kerajaan Galuh dengan pusat pemerintahan Banjar Pataruman. Kerajaan Galuh ini yang kemudian berkembang menjadi Kerajaan Pajajaran  di Jawa barat.
Meskipun dalam perkembangannya Kerajaan Galuh Purba berkembang menjadi Kerajaan besar yaitu Kalingga di Jawa Tengah dan Galuh di Jawa Barat, hubungan keturunan Galuh Purba tetap terjalin dengan baik dan terjadi perkawinan antar Kerajaan sehingga muncul Dinasti Sanjaya yang kemudian mempunyai keturunan raja-raja di Jawa.

Berdasarkan kajian bahasa yang dilakukan oleh E. M Uhlenbeck, 1964, dalam bukunya: “A Critical Survey of Studies on the Language of Java and Madura”, The Hague: Martinus Nijhoff, bahasa yang digunakan oleh “keturunan Galuh Purba” masuk ke dalam Rumpun Basa Jawa Bagian Kulon yang meliputi: Sub Dialek Banten Lor, Sub Dialek Cirebon/Idramayu, Sub Dialek Tegalan, Sub Dialek Banyuma, Sub Dialek Bumiayu. Dialek inilah yang biasa disebut dengan Bahasa Jawa Ngapak.
(Sumber: Babad Banyumas diterjemahkan oleh http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Jawa_Banyumasan)

Keterkaitan Banyumas dengan Kesultanan Mataram Islam (Surakarta)

Bupati Cilacap Pertama (Foto tahun 1863)
Pada masa Kesultanan Demak (Pra-Mataram Islam), sebagian besar wilayah Banyumas termasuk dalam kekuasaan Pajang. Pada awalnya pusat pemerintahan Banyumas berada di Wirasaba (Purbalingga). Kemudian menjelang berakhirnya kejayaan kerajaan Pajang dan mulai berdirinya kerajaan Mataram (1587), Adipati Wargo Utomo II menyerahkan kekuasaan Kadipaten Wirasaba ke saudara-saudaranya, sementara beliau sendiri memilih membentuk Kadipaten baru dengan nama Kadipaten Banyumas dan beliau menjadi Adipati pertama dengan Adipati Mrapat.

Seiring dengan berkembangnya Kerajaan Mataram, Kadipaten-Kadipaten di wilayah Banyumasan pun tunduk pada kekuasaan Mataram (Yogyakarta/Surakarta). Namun, wilayah Banyumas tidak secara otomatis memasukkan wilayah Banyumas ke dalam “lingkar dalam” kekuasaan Mataram sehingga Kadipaten-Kadipaten di wilayah Banyumas tersebut masih memliki otonomi dan penduduk Mataram (Yogyakarta/Surakarta) menyebut wilayah Banyumas sebagai wilayah Mancanegara Kulon.  Wilayahnya meliputi Bagelen (Purworejo) sampai dengan Majenang (Cilacap). Hingga pada tanggal 22 Juni 1830 wilayah Banyumas dijajah Belanda, sekaligus akhir kekuasaan Mataram atas Banyumas. Selanjutnya para Adipati di wilayah Banyumas pun tidak tunduk lagi pada Raja Mataram tetapi dipilih oleh Gubernur Jenderal Belanda. (Sumber: http://maskurmambangr.wordpress.com/asal-mula-wong-banyumas/)

Bahasa Ngapak Representasi Budaya Egaliter

Bagong, simbol Banyumas
Menurut sejarah, perkembangan bahasa Jawa menjadi berbagai tingkatan (Ngoko, Kromo, dan Kromo Inggil) merupakan produk budaya yang dipengaruhi oleh situasi/kondisi politik pada masa itu (Mataram).  Kemungkinan karena posisi Banyumas diantara Sunda dan Mataram menjadikan bahasa Banyumas lebih netral/bebas dari pengaruh Mataram. Menurut Ahmad Tohari (Budayawan Banyumas), secara historis bahasa Jawa Banyumasan merupakan turun lurus (vertikal) dari bahasa Jawa Tengahan/Kawi. Sedangkan bahasa Jawa Anyar logat Yogyakarta dan Surakarta merupakan turun menyamping (horisontal).

                                                                                                                                                                            Keegaliteran ini dapat dilihat dari karakter orang Banyumas yang Blakasuta (blak-blakan) yaitu apa adanya, tanpa basa-basi. Menurut, Priyadi (2000) budaya masyarakat Banyumas yang tercermin dalam bahasa Jawa Dialek Banyumasan adalah budaya tanggung atau marginal. Artinya dalam mengadopsi budaya Jawa dan Sunda sama-sama dangkal. Oleh karena itu, masyarakat Banyumas tidak lagi mempedulikan status sosial di masyarakat (ningrat/priyayi). Manusia Banyumas lebih suka menggalang sikap kesetaraan yang bersifat universal. Etika di masyarakat Banyumas dibangun atas dasar etika kemanusiaan yang dapat memunculkan kekuatan solidaritas Banyumas yang membedakan antara Jawa-Banyumas dan Jawa lainnya. Keegaliteran manusia Banyumas melahirkan prinsip kerukunan dijunjung tinggi dengan filosofisnya yakni ungkapan tenimbang pager wesi, mendhingan pager tai sehingga melahirkan prinsip aman dan tenteram. Hidup bertetangga berarti saling menjaga rasa aman dalam kehidupan kolektif. Sikap egaliter itu akan menjauhkan setiap individu dari sikap feodalisme yang menempatkan kedudukan, pangkat, dan harta sebagai kiblat hubungan sosial. Oleh karena itu, ungkapan orang desa seperti ngisor galeng, dhuwur galeng dijunjung tinggi. Masyarakat Banyumas mempunyai keyakinan bahwa semua makhluk hidup di mata Tuhan memiliki kedudukan yang sama. Namun, di lain sisi, etika kesetaraan juga telah membentuk masyarakat Banyumas yang menonjolkan sikap-sikap suka bercanda, berbicara tanpa memandang siapa yang diajak bicara, dimana berbicara, kapan berbicara. Priyadi (2000:12) menyebut dengan istilah berbicara secara penjorangan, semblothongan, atau glewehan yang berlebihan sehongga batas etika diabaikan demi suatu keakraban dengan orang lain sesama orang Banyumas. Oleh sebab itu, sering kita jumpai hubungan Banyumas antara orang yang lebih tua dengan yang lebih muda seperti hubungan pertemanan yang jarang dijumpai di daerah Jawa Wetan. (Sumber: http://baturraden.info/item/bahasa-banyumasan.html dan http://www.ki-demang.com/kbj5/index.php?option=com_content&view=article&id=1276&Itemid=1086)

Bahasa Ngapak dianggap Lucu atau Bahasa Rendahan

Karakter orang Banyumas yang egaliter merupakan sisi positif sehingga jarang kita temui orang Banyumas yang merendahkan/mengolok-olok bahasa atau dialek orang lain. Mungkin justru sebaliknya karena sikap feodalisme sebagian orang Jawa menganggap dialek bahasa Jawa Ngapak sebagai bahasa yang lucu dan rendahan. Ada pandangan stereotip yang menganggap sebagian besar generasi muda Banyumas merasa inferior (rendah diri) ketika menggunakan bahasa Ngapak. Hal ini bisa dilihat bagaimana bahasa yang digunakan oleh orang Banyumas saat berinteraksi dengan orang Jawa Wetan. Kalau tidak menyesuaikan diri dengan membandhekan ke-ngapakannya dipastikan menggunakan bahasa Indonesia dalam berinteraksi dengan orang yang berbahasa Jawa Wetan. Menurut saya, ini bukanlah suatu hal yang negatif tetapi sebagai bentuk adaptasi orang Banyumas dengan orang dialek bahasa lain. Oleh sebab itu, sering saya temui orang Banyumas di Jakarta menggunakan dialek Betawi, orang Banyumas di Yogyakarta menggunakan dialek Mbandhek, dan ketika bertemu dengan orang sesama Banyumas kembali menggunakan bahasa dialek Ngapaknya. Justru suatu hal yang buruk jika sesama orang Banyumas berdialog dengan tidak menggunakan dialek Ngapaknya. Oleh sebab itu, saya menyarankan kepada generasi muda Banyumas untuk melestarikan dialek Ngapak dengan menggunakan dialek Ngapaknya saat ngobrol dengan sesama orang Banyumas. Selain itu, kepada sebagian orang yang menganggap dialek Ngapak sebagai bahasa Lucu atau Rendahan mari kita saling menghargai kebudayaan orang lain. (Sumber: http://kem.ami.or.id/2011/08/mempertahankan-bhineka-di-depan-tunggal-ika/).

Tonton Video Museum Purbakala




52 comments:

  1. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  2. Tukeran Link

    http://indoherbalis.blogspot.com/

    ReplyDelete
  3. mantap kang dzikri..tak share yaaa

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mantep kiye info ne, apik postingane kang..lanjut maning. Suwuun

      Delete
  4. Oleh sebab itu, sering saya temui orang Banyumas di Jakarta menggunakan dialek Betawi, orang Banyumas di Yogyakarta menggunakan dialek Mbandhek, dan ketika bertemu dengan orang sesama Banyumas kembali menggunakan bahasa dialek Ngapaknya. Justru suatu hal yang buruk jika sesama orang Banyumas berdialog dengan tidak menggunakan dialek Ngapaknya. Oleh sebab itu, saya menyarankan kepada generasi muda Banyumas untuk melestarikan dialek Ngapak dengan menggunakan dialek Ngapaknya saat ngobrol dengan sesama orang Banyumas. Selain itu, kepada sebagian orang yang menganggap dialek Ngapak sebagai bahasa Lucu atau Rendahan mari kita saling menghargai kebudayaan orang lain

    ReplyDelete
  5. pokoe nek ora ngapak ora kepenak.........

    ReplyDelete
  6. Wuih, mantep banget boss infone..
    Ben tambah keton ngapak ngonggo kaos ngapak disit klik http://dalbosayngapak.blogspot.com/

    ReplyDelete
  7. Pokoke ngapak ya jozz gandozzz seng Wong ngapax ora gelem ngomong ngapak ya dupak

    ReplyDelete
  8. matur nuwun kye
    jan jos gandos temenan.. nembe ngerti kye ...

    ReplyDelete
  9. enyong dadi ngerti...dadine wong banyumas kuwi ya termasuk tuwa ya....mulane sih kebanyakan wong banyumas ..wong jujur2..apa anane alias blak2 an baen lah...

    ReplyDelete
  10. haha apa iya kang ?
    mbeke ngerti nyong nek ana sejarahe kaye kiye. hahaha

    Tapi apik lah, dadine ngerti nek bahasa ngapak kuwe sejarahe ora asal.

    tapi ya, bahasa ngapak wong banjarnegara wetan karo kulon kuwe uwes beda maning.

    Nek bahasa ngapak wong kulon kuwe, nganggo koh : iyakoh, jerelah. ndean
    nek wong wetan bahasane : iya ka, jere, temenan.

    nek nyong anu wong banjarnegara wetan. :D

    seh, malah dadi curhat. hahaha

    ReplyDelete
  11. yang nulis ini tidak tahu sejarah. tidak ada bahsa ngapak, yang ada bahasa banyumasan dengan dialek tegal, dialeg pemalang, dialek cilacapan. ngapak berasal dari ejekan orang jawa wetan karena ketika orang banyumasan (sebelum politik regionalisasi belanda wilayah pemalang, tegal dan brebes disebut banyumas utara. setelah belanda menerapkan politik regionalisasi maka wilayah tersebut dimasukan ke dalam karesidenan pekalongan) mengucapkan ngapa, kiye dengan intonasi cepat dan tegas sehingga bagi komunitas di luar banyumas terdengar ngapak, kiyek. itu sebabnya orang banyumasan merasa malu dan rendah diri karena bahasanya dijadikan bahan ejekan. makanya bagi wong banyumas seperti saya, yang tahu sejarah, pasti menolak keras disebut sebagai wong ngapak. mari belajar lagi tentang sejarah dengan benar

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalo memang tidak ada istilah bahasa Ngapak, mana sumbernya Pak? Ini hanya istilah saja dan semua orang juga tahu.

      Delete
    2. setuju dengan om yon bayu, saya pernah baca artikel yang menentang julukan bahasa "ngapak" karena julukan ini muncul dari orang wetan, bahkan di fakultas ilmu budaya unsoed sudah ada penelitian/skripsi yang membahas tentang "dialek banyumas", tidak menggunakan istilah "ngapak" dan menjadi skripsi tertebal sampai saat ini, kalau mau tahu lebih dalam monggo silakan ke perpustakaan fakultas ilmu budaya UNSOED

      Delete
    3. Benar bahasa Banyumasan, tetapi tidak salah bahasa Ngapak, tergantung penggunaannya. Ketika "bahasa ngapak" orang sudah tahu semua, dan di SEO juga sangat bagus, dibandingkan "bahasa Banyumasan".

      Sebagai AdSensenizer tentu memilih kata kunci yang disukai mesin pencari, dan yang kemungkinan paling banyak dicari orang. Intinya sama, tergantung tujuan penulisan.

      Delete
  12. Nembe ngerti ana kata " BLAKASUTA " = " BLAK - BLAKAN "
    Sing urung ngerti kata " BLEKUTUPUK " kui artine apa ya?

    Wis pernah krungu ana wong ngomong "blekutupuk", tapi ora ngerti artine jah we.
    Ana sing ngerti ora?
    😀😀😀

    ReplyDelete
    Replies
    1. Blekethupuk=ngumpruk=nglemboni=omongane ngapusi

      Delete
    2. ..nek PALANGAPA artine apa ya Kang...????

      Delete
    3. Ora ngapak ora kepenak, iya ora Son?

      Delete
  13. ngapak kuwe mbok dialek, ning bahasa jawa. dudu bahasa anyar

    ReplyDelete
  14. haha ,aku wong banyumas be tembe ngrti sejarahe bahasa banyumas kuwi maen banget,matur nuwun atas info nya

    ReplyDelete
  15. mantep banget kiye post e Mas Dzikri.
    Ana sumber liane ora soal sejarah atau asal usul basa jawa banyumasan liane? link sing ngisor kae ora isa dibuka mas.. suwun.
    Salam ngapak seka kebumen..

    ReplyDelete
  16. Kang yon bayu:Sekira ne beda pendapat/kesimpulan ya anu wajar.ngaran menungsa yah..juga duwe sumber/rekomendasi dewek2.tinggal di jiot apike atawa hikmaeh..ora usah sok paling bener apa maning maido..mbok pada seduluran mandan di jaga omongane.mbok nyleukit nang ati..sepurane bae.ora usah sok formal.biasa bae..sing akur karo sedulur

    ReplyDelete
    Replies
    1. Lha bener kuwe mas, wong aku be sing asli surabaya senwng nganggo bahasa ngapak, angger ketemu karo wong banyumasan nang luar daerah be aku senenge ngomong ngapak, apa maning nang luar negeri, tambah, kayonge ketemu dulur nang perantauan

      Delete
  17. Wis apik kiye, inyong wong Kebumen juga ngapak.. Gombong juga ngapak.. ORA NGAPAK DIKEPLAK lan ora KOPLAK

    ReplyDelete
  18. nyong kuliah nang jogja kang , pancen bener akeh sing ngenyek , pancen bener omongane sampean nek wong cilacap lewih seneng adaptasi. tapi nang nyong tetep ora tk buang ketemu dulur lanang/wadon sing ngapak ttep tak jak ngapak. kdangan ana sing sok nirok2na omongan ku...tapi ya nyong ra kesuh malah tk waraih bahasa ngapak karo ngomong kapananeh nek obama ngomong karo bahasa ngapak apa ra modar rika sing pada ngenyek......wkwkwkwkkwwkkwkw

    ReplyDelete
  19. nyong kuliah nang jogja kang , pancen bener akeh sing ngenyek , pancen bener omongane sampean nek wong cilacap lewih seneng adaptasi. tapi nang nyong tetep ora tk buang ketemu dulur lanang/wadon sing ngapak ttep tak jak ngapak. kdangan ana sing sok nirok2na omongan ku...tapi ya nyong ra kesuh malah tk waraih bahasa ngapak karo ngomong kapananeh nek obama ngomong karo bahasa ngapak apa ra modar rika sing pada ngenyek......wkwkwkwkkwwkkwkw

    ReplyDelete
  20. Nyong nek bisa sunda tp bahasane nyong sing ngapak ora bakal ilang
    Pokoke ora ngapak Kayong uripe ora penak
    #nGAPAK_ISTHEBESt_⁴EVER

    ReplyDelete
  21. nggone nyong nek ngomong (sampai) gue ana sing ngomong gutul ana sing ngomong butul
    nek nyong gutul rika² pada ngomonge apa ?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ngger nyong 'getul' kang.
      Beda sethithik. Haha

      Delete
  22. Wahh..ulasan yg menrik mas..jadi tahu asal-usul nya ..nice sharing mas...

    ReplyDelete
  23. Hidup ngapak.... ora ngapak ya ora kepenak ... gari di jajal bae

    ReplyDelete
  24. Hidup ngapak... ora ngapak ya ora kepenak.. gari ngonoh di jajal nrora ngugu..

    ReplyDelete
  25. Nuwun sewu, Tegal, Brebes, Cirebon, Indramayu, Pemalang, & Batang (pekalongan) melune Dialek Pesisir Utara kang. dadi ora bs dikatakan ngapak.. Cek lg Uhlenbeck ttg 4 Dialek Besar di Jawa.. 😊

    ReplyDelete
  26. Tegal, Brebes, Cirebon, Pemalang, & Batang (Pekalongan) masuk Dialek sendiri Kang.. Dialek Pesisiran..
    menurut Uhlenbeck ada 4 Dialek: Bayumasan, Pesisir Utara, Surakarta/Jogja (mbandhek), & Jawa Timuran..
    nah, tiap daerah misal ada perbedaan kosakata & logat, berarti dinamakan sub-sub dialek.. Istilah ngapak itu ejekan dr orang wetanan.. Nuwun

    ReplyDelete
  27. nek wong nggombong kudu bisa ngomong "congore kaya asulah"

    ReplyDelete
  28. ngapak ora ngapak sing penting mangan boss..
    rika arep melu mangan?

    ReplyDelete
  29. Isun wong JawaTimur, pesen ojo isen nganggo boso ngapak, iku warisan hang larang regane, Yen Riko isen Riko bakal ora duwe warisan hang biso riko warisno neng keturunan iro... tetep semangat nganggo boso ngapak... yo iki asli Indonesia

    ReplyDelete
  30. Isun wong JawaTimur, pesen ojo isen nganggo boso ngapak, iku warisan hang larang regane, Yen Riko isen Riko bakal ora duwe warisan hang biso riko warisno neng keturunan iro... tetep semangat nganggo boso ngapak... yo iki asli Indonesia

    ReplyDelete
  31. mantep kang Dzikri....nyong wong majenang selalu ngapak...nek ora ngapak ora kepenak.

    Kesuwun artikele, kena nggo nambah elmu

    ReplyDelete
  32. dialek banyumasan, bukan bahasa banyumasan. dialek itu adalah sub dari bahasa

    ReplyDelete
  33. nyg wong mbatang, dialek.e akeh, bahkan sak kelurahan be yo wes rodo bedo, nk nggn nyg daerah kec limpung , dialek.e campuran.. kosa katane akeh ngapak.e tapi luweh datar, kata seng akhiran K ora pati jelas..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nuwun Sewu,
      Nyong Wong Wonosobo,nek Wonosobo Mlebu dialek sing endi yo,
      Soale pas pertengahan boso Bayumasan, Bandhekan,pesisir karo Boso wonosobone dewe. nganti atar deso yo bosone wes seje-seje pomeneh atar kecamatan soyo seje.
      Matur Nuwun sakderengipun

      Delete
  34. nuwun sewu admin,
    nek gon nyong Wonosobo mlebu boso jowo endi yo, soale posisine pas ketemu boso bayumasan, pesisir, bandhekan, lan boso asli wonosobo
    Matur Nuwun Sakderengipun

    ReplyDelete
  35. Yakin temenan enyong ora ngelombo nek ora ngapak ora kepenak .... dadi ngapak arep dadi bahasa Internasional ngesuk taun 2050 ...

    Inget, aja kelalen ora ngapak ora kepenak..

    Iya mbok ...

    ReplyDelete
  36. Basane wong Bumiayu ya madan sejen setitik karo basane wong Banyumas karo wong Tegal.Ning Bumiayu ana kosakata "nawi,srog,rah,primen"
    Dadi Sub Dialek Bumiayu ya ndean tengah-tengaeh dialek kidul(Banyumas) karo Dialek Lor(Tegal/Brebes)trus madan mambu2 setitik basa sundane.

    ReplyDelete
  37. Aku tinggal di sulawesi dan tertarik dengan bahasa ini... Sing nyong takon kie... Ngapak kui dialek mbok?

    Mohon pencerahane lurrr...

    ReplyDelete
  38. Kye nyong neng wetan..ngrasakena dewek..wong ngapak grapyak2 apaadanya..hidup ngapak..

    ReplyDelete

Budayakan komentar dengan bahasa yang sopan.