Balikin Lagi Negara ini ke Jaman Orde Baru Biar Sembako Murah

1 comment



Saya lahir di akhir tahun 80-an masih sempat melihat Pak Soeharto jadi presiden, Harmoko jadi menteri, dan  masih sempat ikut-ikutan kampanye Golkar (lihat doang). Walaupun sempat 9 tahun hidup di bawah naungan pemerintahan orde baru, waktu itu nggak tahu apa itu orde baru, apa itu politik, apa itu Golkar. Karena masih bocah, jaman Orde Baru tahun 90-an yang saya ingat Mie Ayam harganya cuma 700 perak, uang saku kelas 1 SD Cuma 50 perak, dan beli minyak tanah 1 lt cuma 500 perak. Enak memang jaman orde baru nggak ada demo dan nggak ada kerusuhan. Coba dech sekali-kali tanya orang-orang di sekitar kita yang sudah sepuh. Coba tanya ke Si Mbah. Pernah saya tanya nenek-nenek tetanggaku pas musim-musim pemilu jaman SMA dulu.




Saya                : “Mbah, bade nyoblos nopo?” (Mbah, mau nyoblos apa?)
Si Mbah          : “Bingung Mas arep nyoblos kiye.” (Bahasa Ngapak Banyumasan)
Saya       :“Lha bingung kenging nopo Mbah? Kan gampang, kantun dicoblos gambar  partaine/wonge  ngagem paku.”  (Lha bingung kenapa mbah? Kan mudah, tinggal dicoblos gambarnya/orangnya pake paku).
Si Mbah       : “Lha kepriwe arep nyoblos, lha wong inyong orang ngerti/ora kenal karo partai-partaine. Apa maning siki gambare akeh pisan. Enakan jamane Pak Harto mbiyen, partaine sethithik, negarane aman, tentrem, regane murah-murah. Mbalik maning baelah mending maring jamane Pak Harto.” (Lha gimana mau nyoblos, orang saya tidak kenal dengan partainya dan orangnya. Apa lagi gambarnya banyak sekali. Enakan jamannya Pak Harto dulu, partainya sedikit, negaranya aman, tentram, harganya murah-murah. Balikin lagi aja negaranya ke jamannya Pak Harto).


Setelah dialog itu, dalam pikiran saya antara mengiyakan dan menyanggah pendapatnya. Namun, semakin tumbuh usia alias saya makin tua semakin tahu sisi-sisi gelap orde baru. Sisi gelap di bidang ekonomi salah satunya adalah utang dalam APBN ditulis sebagai pendapatan negara. Oleh sebab itu, utang negara kita sekarang sangat melimpah hampir 2.000.000.000.000.000 alias 2000 triliyun rupiah. Jadi, utang yang segunung itu bukan kita-kita saja yang menanggungnya tapi sampai anak cucu cicit kita kelak entah sampai berapa generasi akan lunas. Jaman orde baru ibarat Ayah yang sering membelikan mainan kepada anak-anaknya tetapi duit yang dipakai Ayah berasal dari utang. Rakyat seneng tapi dipermainkan dan ditipu oleh penguasanya.

Gbr. Posisi Soeharto Masa Orde Baru

Sisi gelap di bidang politik salah satunya adalah pembatasan kemerdekaan berkumpul dan menyatakan pendapat. Partai politik dibatasi, dwi fungsi ABRI, dan tidak ada forum-forum yang mengkritisi pemerintah akibatnya chek & balance dalam pemerintahan tidak ada. Kenapa dwi fungsi ABRI bertentangan dengan semangat demokrasi? Dalam logika saya, jika ABRI berpolitik maka ABRI menjadi mesin politik yang sangat ampuh yang dipakai penguasa untuk melanggengkan kekuasannya. Sang Presiden bisa menunjuk jenderal sehingga satu intruksi presiden kepada jenderal bisa menggerakan ribuan prajurit yang siap menyambut intruksi tersebut dengan “siap komandan”. Pantas saja para aktivis mahasiswa ’98 menolak keras dwi fungsi ABRI ini karena seharusnya ABRI bersikap netral. Apa jadinya kalau terjadi demonstrasi yang menghadang para mahasiswa ini adalah pasukan bersenjata AK-47 bisa-bisa mereka dibrondong habis sampai tak tersisa satu pun demonstran.

Itulah sisi gelap orde baru mungkin masih ada sisi gelap lainnya dan mungkin ada juga sisi kebaikan dari orde baru. Tulisan ini tidak bermaksud untuk membuka keburukan-keburukan orang yang sudah meninggal yaitu almarhum Bapak Soeharto. Bagaimana pun juga beliau hanyalah manusia biasa yang bisa berbuat benar dan juga berbuat salah. Beliau juga pernah menjadi pejuang ’45 yang merebut kemerdekaan Indonesia. Mari kita do’akan agar Soeharto diampuni dosa-dosanya oleh Allah SWT. Tulisan ini juga tidak bermaksud memprovokasi untuk mengembalikan kembali Indonesia ke zaman orde baru karena reformasi itu harus terus berlanjut dan kita dukung. Hidup Indonesia! 

1 comment:

Budayakan komentar dengan bahasa yang sopan.