Janji Seorang Istri dan Ibu

Leave a Comment
Mungkin sebagian laki-laki memasukkan kriteria "bisa memasak" dalam memilih calon pendamping hidupnya. Mereka mungkin berharap nantinya setiap hari bisa makan masakan sehat yang diolah dengan tangan istrinya dengan penuh doa dan cinta. Jika memang ada laki-laki seperti itu, maka saya bukan termasuk ke dalam kelompok laki-laki tersebut. Kemampuan memasak tidaklah masuk dalam kriteria wajib saat saya dulu mencari seorang istri, karena menurut saya kemampuan memasak masih bisa dipelajari setelah menikah nanti.

Saya ingin menceritakan tentang orang yang saya sayangi, yang saat ini menjadi pendamping hidup saya. Seseorang yang baru belajar memasak justru disaat setelah menikah. Seseorang yang berusaha keras untuk membahagiakan suaminya melalui masakan hasil karyanya.

Dua orang yang saya sayangi

Saya sangat menghargai salah satu kerja keras istri saya dalam usahanya untuk selalu mengolah bahan makanan bagi saya dan anak kami dengan tangannya sendiri. Mungkin saya adalah satu-satunya orang yang menyaksikan bagaimana progress kemampuannya dalam mengolah bahan makanan. Waktu awal menikah, seringkali ia sendiri tidak mau memakan masakannya sendiri karena menurutnya rasanya aneh. Tetapi, saat ini saya sudah beberapa kali memuji masakan istri saya karena rasanya memang sangat enak. Kemampuan memasaknya kini sudah sangat jauh berkembang, meski dengan peralatan masak seadanya.

Memasak adalah salah satu cara ia menunjukkan kecintaannya kepada saya dan anak kami. Karena kecintaan tersebut yang membuat istri saya ikhlas setiap pagi mengerjakan tugasnya dalam menyiapkan sarapan dan mempersiapkan bahan makanan untuk makan siang dan makan malam kami.

Suatu hari, istri saya pernah cerita terkait filososfi dari sebuah proses memasak yang ia dapat dari seorang temannya dalam sebuah grup whatsapp. Ternyata, memasak itu bukanlah sekadar berbicara tentang sebuah keahlian. Ada suatu harapan dan tanggung jawab dari sebuah proses memasak. Mulai dari proses mengolah bahan makanan hingga siap terhidang di atas meja, sampai makanan tersebut masuk ke dalam perut anggota keluarga dan menjadi darah daging di setiap jengkal tubuh anggota keluarga. Makna tersebut membuat istri saya memahami bahwa dalam proses memasak ada sebuah pertanggungjawaban seorang istri dan juga seorang ibu atas kehalalan dan kethayyiban dalam setiap makanan yang masuk ke dalam perut anak-anak dan juga suaminya di hadapan Allah kelak. Dengan masuknya makanan yang halal dan thayyib, diharapkan bisa menjadi penopang keshalihan jiwa dan kekokohan raga bagi anak-anak juga suami.

Sejak saat itu, istri saya berjanji pada dirinya sendiri untuk senantiasa memastikan makanan yang akan disantap oleh anggota keluarga adalah makanan yang sehat, halal, dan thayyib. Salah satu caranya adalah dengan memasak  sendiri makanan yang akan disantap anggota keluarga. Meski sesekali kami makan di luar, kami tetap berusaha memastikan bahwa makan yang kami beli dan makan adalah makanan yang halal dan thayyib.
Peralata memasak ceramic coating dan Tokebi hand blender yag menjadi wishlist istri saya
Untuk memberi semangat dan dukungan kepada istri saya dalam menunaikan janjinya, saya ingin memberikan hadiah berupa satu set peralatan memasak ceramic coating dan juga satu set Tokebi Hand Blander Plus yang memang menjadi wishlist-nya saat ini. Dengan hadiah tersebut, saya berharap istri saya menjadi lebih bersemangat dan bisa terus meningkatkan kemampuannya dalam mengolah makanan. Saya ketikkan satu quote sebagai penutup tulisan saya yang menjadi salah satu motivasi istri saya dalam memasak :
Berbahagialah para bunda karena tidak ada karya yang bisa melekat menjadi darah daging di setiap jengkal tubuh anak-anak dan suami kita, melainkan dari makanan penuh cinta dan doa yang bunda sajikan. (Dewi Lestari, owner bumbu BuDe)
Semangat memasak, bunda !!

0 comments:

Post a Comment

Budayakan komentar dengan bahasa yang sopan.